Alat Sederhana Pemberi Peringatan Gempa
Pendahuluan
Gempa bumi adalah bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Gempa bumi tidak dapat diprediksi kemunculannya: di mana dan kapan. Kerugian akibat gempa bumi bisa sangat besar jika magnitudo gempa tersebut sangat besar. Gempa dengan magnitude besar dapat menyebabkan bangunan ambruk dan mengubur orang atau barang yang ada di dalamnya. Cara yang hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan diri dari kerugian akibat gempa bumi adalah segera keluar dari bangunan menuju tempat terbuka. Namun, masalah menjadi sulit kalau gempa terjadi di malam hari saat penduduk sedang tidur. Guncangan awal mungkin tidak terasa oleh sebagai penduduk yang sedang tidur pulas. Penduduk baru menyadari gempa saat bangunan akan runtuh atau sudah runtuh sebagian. Atau sebagian tidak menyadari adanya gempa hingga banguan tempat yang bersangkutan tidur telah runtuh.
Untuk menekan kerugian tersebut, adanya peringatan saat gempa mulai terjadi sangat diperlukan. Peringtan sebelum gempa terjadi hampir tidak mungkin. Barangkali, sudah banyak alat peringatan awal gempa telah dipasang di berbagai tempat. Sekali lagi apakah alat tersebut masih beroperasi atau tidak wallahu alam. Lalu, apakah alat yang dipasang tersebut sudah cukup memadai (dari segi jumlah) juga kita tidak tahu. Idelanya, di setiap lokasi yang memiliki potensi gempa bumi, dipasang alat peringatan saat awal mucnulnya gempa. Tentu jumlah alat menjadi sangat banyak. Implikasinya adalah biaya pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan menjadi sangat besar.
Salah satu solusi untuk hal tersebut adalah membuat alat deteksi awal terjadinya gempa yang sederhana dan murah. Kalau bisa alat tersebut dapat dibuat sendiri oleh masyarakat, dipasang sendiri, dan diperbaiki sendiri.
Pada tulisan ini saya usul alat yang “amat sangat” sederhana. Jangan berpikir tentang penggunaan IoT, smart system, dll. Bagi saya itu tidak terlalu penting. Yang diperlukan oleh masyarakat bukan alat dengan fitur serba canggih, tetapi alat yang memberi informasi kalau gempa mulai terjadi. Di mana pusat gempa, berapa magnitudonya gak penting. Yang penting adalah adanya goyangan awal gempa masyarakat langsung mendapat informasi. Penduduk yang sedang tidur pun bisa segera bangun dan menyelamatkan diri. Cuma sesederhana itu.
Prinsip Kerja
Bagaimana prinsip kerjanya? Sangat sederhana dan cukup berbekal pelajaran Fisika di sekolah menengah. Kita mulai dari situasi saat terjadi gempa. Seperti ditujukkan dalam link-link youtube berikut ini, saat terjadi gempa maka lampu gantung umumnya berayun. Ini disebabkan gempa mengandung komponen getaran arah horisontal. Kalau kita amati, simpangan ayunan lampu cukup besar. Simpangan maskin besar jika tali gantung lampu makin panjang. Nah, fenomena inilah yang akan kita manfaatkan.
(https://www.youtube.com/watch?v=1Pc6J_hEr9E)
(https://www.youtube.com/watch?v=XAqm8Bwgmm8)
(https://www.youtube.com/watch?v=2iSQBo8aiMc)
(https://www.youtube.com/watch?v=O4pMkaEiVKg)
(https://www.youtube.com/watch?v=TscAdr83xNU)
Setelah mengamati fenomena pada video di atas, kita desain alat. Lampu pada video di atas berfungsi seperti bandul matematis sederhana. Lampu adalah beban bandul dan pengantung lampu adalah tali bandul. Jadi, saat terjadi gempa maka bandul yang semula diam tiba-tiba berayun dengan ampluitudo beberapa centimeter.
Desain Alat
Komponen utama alat adalah bandul yang terbuat dari beban dari bahan konduktor dan tali pengantung dari kabel flesibel. Untuk menghindari kabel putus saya tambahkan benang yang cukup kuat. Di lokasi ayunan beban saya pasang sikat kawat berbentuk lingkaran. Gambar 1 adalah beban dan sikat kawat yang digunakan. Barang terserbut dapat dibeli di olshp atau di toko bangunan.
Jika beban berayun maka terjadi kontak beban dengan sikat kawat. Sikat kawat juga disambung dengan kabel fleksibel. Dengan demikian, persentuhan beban dengan sikat kawat sama dengan “mengubungkan saklar”. Saklar ini digunakan untuk membunyikan sirine yang cukup keras sehingga dapat membangunkan penduduk yang sedang tidur pulas sekali pun.
Jarak antara beben dan sikat kawat harus sangat dekat sehingga getaran gempa yang kecil pun sudah menghasilkan kontak. Namun, perlu juga dihindari jangan sampai getaran tanah akibat orang berjalan atau kendaraan lewat sudah menghasilkan kontak. Oleh karena itu, bandul harus diisolasi dari sumber getaran lain selain getaran gempa. Untuk maksud tersebut, bandul yang dibuat ditanam beberapa meter ke dalam tanah. Dengan demikian, bandul harus diamankan dari tanah atau air yang merembes.
Untuk itu saya memasukkan bandul dalam pipa paralon 3 inci kemudian ditutup rapat ujung-ujungnya dengan lem yang sesuai. Hanya sepasang kabel yang keluar dari pipa. Tempa keluarnya kabel juga dilem secara kuat (bisa menggunakan lem araldite). Hal ini penting agar beban dan sikat kawat tidak karat.
Untuk menanam bandul tersebut, kita gunakan jasa tukang bor sumur (Gambar 2). Pengemboran tidak perlu sampai puluhyan meter. Mungkin cukup sepuluh meter hingga 20 meter. Dengan demikian, pengeboran manual sudah cukup. Tukang sumur diminta menggunakan mata bor ukuran 4 inci sehingga paralon 3 inci yang berisi bandul dapat dimasukkan dengan mudah.
Saat paralon dimasukkan dalam lubang bor kita harus benar-benar yakin bahwa posisi bandul adalah vertikal. Beban tidak boleh kontak dengan sikat kawat. Untuk maksud tersebut, pada ujung atas paralon yang berisi bandul kita sambungkan paralon lain sebagai pengatur arah vertikal. Gambar 3 adalah desain bandul dan pipa pegang tambahan.
Kita ukur hambatan antara dua kabel yang keluar dari paralon bandul dengan ohm-meter. Hambatan harus tak berhingga (tidak ada kontak antara beban bandul dengan sikat kawat). Ini dicapai dengan mengatur pipa pegangan tambahan.
Setelah arah vertikal sempurna telah dicapai, maka masukkan campuran pasir dan semen (tambah kerikil) untuk mem-fix posisi bandul. Setelah campuran mengering maka posisi bandul tidak lagi berubah. Setelah itu sisa lubang diisi kembali dengan tanah. Dari tanah hanya keluar sepasang kabel.
Kabel dari bandul disambuknan ke relay 5 volt. Sebenarnya bisa juga dari PLN langsung ke bandul dan langsung ke sirine. Namun, kita hindari penggiriman tegangan PLN ke tanah. Khawatir kalau ada hubungan singkat akan muncul “setrum” di sekitar lokasi penanaman bandul.
Cara paling aman adalah bandul digunakan untuk menyalakan relay dan relay tersebut yang akan menyambung atau memutus aliran listrik PLN ke sirine.
Rangkaian penyala sirine tampak pada Gambar 4. Saya menggunakan relay yang diaktifkan dengan tegangan “low”. Jadi saat tidak terjadi kontak, tegangan input relay harus 5 volt dan saat terjadi kontak tegangan tersebut 0 volt.
Karena rangkaian penyala sirine juga akan disimpan pada ruang terbuka, yaitu pada ting di lokasi penanaman bandul, saya simpan rangkaian tersebut juga di dalma pipa paralon 3 inci lalu dilem tutup rapat. Hanya ada 3 pasang kabel yang keluar: kabel ke bandul, kabel ke PLN, dan kabel ke sirine. Gambar 5 adalah pipa yang berisi rangkaian tersebut.
Uji Coba
Supa tidak ribut dan mengganggu tetangga, saya ganti sirine dengan lampu berwarna. Perobaan dilakukan di halaman rumah. Karena tidak mungkin juga saya panggil tukan bor sumur untuk manggali lubang tempat menanam bandul, saya biarkan bandul di atas tanah. Untuk merepresentasikan kondisi gempa, saya ayunkan pipa bandul dengan simpangan kecil dan periode sekitar 1 detik (kira-kira sama dengan periode ayunan lampu saat terjadi gempa).
Hasil
Gambar 6 adalah lampu saat bandul diam (tidak terjadi gempa). Gambar 7 adalah lampu saat bandul berayun. Lampu menyala tidak kontinu, tetapi menyala mati menyala mati. Hal ini karena kontak yang terjadi saat bandul berayun tidak terus menerus. Kontak-putus-kontak-putus, begitu seterusnya. Walaupun demikian, suara yang akan dihasilkan cukup besar dan tergantung pada jenis sirine yang dipasang. Untuk motor sirine yang berharga sekitar Rp 250.000 (seperti pada Gambar 8), kita dapat mendengar suara hingga jarak seratusan meter.
Gambar 8 Contoh motor siren seharga sekitar Rp 250.000,-
Sumber gambar fitur: Sains Kompas