Alat Sederhana untuk Deteksi Dini Longsor
Pendahuluan
Longsor adalah bencana runtuhnya tanah akibat ketidakstabilan. Longsor terjadi di tanah tebing yang tidak terlalu stabil. Longsor bisa terjadi di musim hujan atau musim kemarau, tergantung pada sifat tanah. Longsor terjadi ketika gaya tarik bagian-bagian tanah tidak sanggup menahan gaya gravitasi. Jika ada pemukiman di atas atau di bawah tebing maka longsor dapat menimbulkan kerugian besar bagi penduduk yang tinggal di situ, sampai pada kehilangan nyawa.
Bencana alam kadang tidak dapat dicegah karena sering di luar kemampuan manusia. Energi yang dihasilkan sangat gbesar dan manusia tidak sanggup menahan/mengotrol energi tersebut. Namun, jika terjadinya bencana dapat diprediksi maka kerugian dapat ditekan. Ada waktu bagi manusia untuk menyelamatkan diri.
Saya yakin alat deteksi longsor sudah sangat banyak dibuat orang dan sudah dipasang di berbagai tempat. Namun, bencana longsor dengan kerugian besar masih sering kita dengar khususnya saat memasuki musim hujan. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Kemungkinannya sebagai berikut:
- Alat deteksi tidak rusak
- Alat deteksi tidak banyak sehingga ada beberapa daerah yang tidak dipasangi alat tersebut walaupun potensi longsor sangat tinggi. Inid isebabkan harga alat yang mungkin mahal.
Di sini saya merancang alat deteksi longsor yang cukup sederhana dan biaya murah. Bahkan penduduk umum dapat membuat sendiri.
Metode
Deteksi awal longsor yang saya maksudkan di sini adalah deteksi pada saat pertama kali tanah bergerak. Jika tanah mulai bergerak maka sirine di pemukiman berbunyi sehingga penduduk diinformasikan untuk segera bangun (jika sedang tidur) dan menyelamatkan diri.
Untuk deteksi ini tentu diperlukan sebuah sensor. Saya selalu berpikir sederhana. Di sini saya menggunakan bandul dengan beban dari bahan konduktor dan tali yang terbuat dari kawat konduktor. Di sekeliling beban bandul saya pasang sikat kawat yang jaraknya dari beban sangat dekat (sekitar 1 cm). Dalam keadaan tanah tidak bergerak maka beban dalam posisi vertikal dan tidak menyentuh sikat kawat.
Ketika tanah mulai bergerak, maka bagian pengait bandul yang berada di atas mulai bergeser miring. Akibatnya beban bandul bergeser dan menyentuh sikat kawat. Dengan demikian terjadi kontak secara listrik. Kontak inilah yang digunakan untuk menyalakan sirine. Gambar 1 adalah skema bandul yang dimaksud.
Persoalan berikutnya adalah lokasi tebing kadang jauh dari pemukiman penduduk. Kalau sirine dipasang di tebing, mungkin tidak terdengar nyaring oleh penduduk karena jauh. Sirine sebaiknya berada di tempat pemukiman. Untuk maksud tersebut saya menggunakan transmisi gelombang radio.
Kontak antara beban dan sikat kawat digunakan untuk memancarkan gelombang radio ke receiver yang berada di pemukiman. Ketika receiver menerima gelombang tersebut maka sirine berbunyi. Agar sederhana, saya menggunakan pasangan transmitter dan receiver semote control seperti pada Gambar 2. Rangkaian tersebut dapat dibeli di olshop. Kontaknya beban dan sikat kawat diterjemahkan sebagai menekan salah satu tombol remote control.
Receiver yang dipasang di pemukiman digunakan untuk menyalakan relay. Relay inilah yang digunakan untuk menghidup dan meatikan sirine.
Jadi prinsip kerjanya secara sederhana sebagai berikut:
- Dalam keadaan aman, kontak antara beban dan sikat kawat tidak terjadi. Tidak ada gelombang yang dipancarkan dari transmitter sehingga receiver tidak meng-ON-kan relay. Akibatnya sirine mati.
- Jika tanah bergerak maka bandul menjadi miring. Terjadi kontak antara beban dan sikat kawat sehinggatransmitter dipencet. Gelombang dipancarkan dari transmitter dan ditangkap oleh receiver. Receiver kemudian meng-ON-kan relay dan akibatnya sirine berbunyi.
Alat/Bahan
Alat atau bahan sebagian besar adalah pipa paralon. Kenapa paralon? Karena stabil jika kena air atau tanah.
Bandul tidak boleh sembarang bergerak. Bandul hanya boleh bergerak saat tanah bergerak. Maka bandul harus diamankan. Untuk maksud tersebut bandul saya simpan dalam paralon 3 inci kemudian ditutup rapat dan ditanam. Hanya dua kabel yang keluar dari paralon tersebut. Sikat kawat yang saya gunakan tampak pada Gambar 3 (a) dan beban yang digunakan adalah pemberat yang sering digunakan tukang batu untuk mengatur posisi vertikal tembol seperti pada gambar 3(b). Beban tersebut dibersihkan dari cat sekelilingnya sehingga menghasilkan kontak listrik dengan sikat kawat.
Beban yang sudah dibersihkn beserta sikat kawat tampak pada Gambar 4. Sikat kawat dipasang di dasar paralon 3 inci dan menghadap ke atas. Beban tepat berada di lubang sikat kawat, digantung dengan kawat konduktor dan benang. Dalam kondisi aman (tanah tidak bergerak), posisi beban di tengah lubang sikat kawat tampak pada Gambar 5.
Bentuk lengkap bandul yang sudah dibuat di dalam paralon 3 inci tampak pada Gambar 6. Di situ ada dua kabel yang keluar. Kabel tersebut dihubungkan ke transmitter.
Berikutnya kita buat bagian pemancar. Kita tidak mengubah banyak dari transmitter yang asli. Hanya saja tombol D transmitter tersebut dihubungkan ke bandul sehingga penekanan tombol diganti dengan kontaknya beban dengan sikat kawat. Kita juga pasang antene luar untuk memperjauh jangkauan pancaran. Gambar 7 adalah transmitter yang kita gukan dengan 3 kabel yang keluar.
Untuk receiver kita gukanan apa adanya,. Hanya kaki D3 yang bersesuaian dengan tobol D pada transmitter kita gunakan sebagai input relay. Receiver dan relay tampak pada Gambar 8
Transmitter dijalankan dengan baterei 12 volt, yaitu baterei bawaan. Receiver dan relay dihidupkan dengan tegangan 5 volt yang berasal dari charger hp. Transmitter dan receiver dipasang pada dop (penutup) paralon 3 inci. Gambar 9 adalah transmitter dan receiver yang siap dibungkus. Gambar 10 adalah rangkaian lengkap receiver yang seudah dihubungkan dengan catu daya dan sudah dipasangi antene eksternal.
Setelah itu, semua komponen dimasukkan dalam pipa paralon 3 inci dan ditutup rapat. Dengan demikian, alat tersebut tahan terhadap gangguan luar karena sudah kedap. Gambar 11 adalah tiga komponen yang sudah dibuat dan siap diuji.
Pengujian
Pengujian dilakukan di halaman rumah. Receiver dipasang di saung. Sebagai pengganti sirine saya gunakan lampu berwarna kuning. Transmitter dan bandul saya letakkan dari jarak sekitar 20 meter. Gambar 12 adalah bandul dan transmitter. Tampak dari jauh saung beserta receiver dan lampu kuning.
Kondisi tanah aman direpresentasikan oleh posisi bandul yang vertikal.
Posisi tanah bergerak direpresentasikan oleh posisi bandul yang miring.
Gambar 13 adalah penampakan receiver dan lampu saat bandul dalam posisi vertikal (tanah aman). Saya kemudian menyangga bandul dengan batu sehingga posisinya miring seperti pada Gamabar 14. Dalam kondisi ini lampu menyala seperti pada Gambar 15.
Gambar 16 adalah skema pemasangan di lapangan. bandul ditanam di sekitar puncak tebing. Transmitter dipasang di tiang sekitar bandung. Keduanya dihubungkan dengan kabel. Receiver dan sirine berada di pemukiman yang jaraknya bisa mencapai 200 meter.
Alat ini cukup murah dan mudah dibuat. Kalau dihitung-hitung, biaya pembuatan 1 set transmitter dan receiver tidak sampai 200 ribu. Dengan sifat itu maka alai ini cocok dipasang di sejumlah wilayah di Indonesia yang memiliki potensi gempa. Catu daya untuk transmitter dapat bertahan hingga 1 tahun. Jarak transmitter ke receiver (tebing ke pumkiman) dapat mencapai 200 meter. Kita dapat memasang sejumlah receiver untuk satu transmitter. Ini penting untuk menghindari kegagalan bunyi satu sirine. Ada sirine lain sebagai cadangan.
Sumber gambar fitur: liputan6.com
15 thoughts on “Alat Sederhana untuk Deteksi Dini Longsor”