Literasi Sains untuk Wartawan
Sering para wartawan salah dalam melaporkan seseorang terkait dengan kepakaran. Sering terjadi, seseorang diberitakan begitu gencar sebagai ahli di bidang tertentu, padahal data sebenarnya tidak demikian. Kadang dibumbui dengan kalimat-kalimat bombastis seperti:
- Satu-satunya di dunia.
- Satu dari lima ahli di dunia.
- Memiliki IQ lebih tinggi dari Einstein.
- Menolak tawaran jadi warna negara XXX karena cintanya kepada Merah Putih.
- Rela meninggalkan gaji jutaan dolar demi mengabdi pada Ibu Pertiwi.
Kalau sudah muncul bumbu-bumbu begini, pasti ada masalah nih. Kok lebay banget.
Sebenarnya wartawan harus melakukan C&R saat menerima klaim kepakaran seseorang. Jangan hanya berita gosip saja yang perlu C&R. Klaim sepihak ilmuwan “hebat” perlu dicek juga. Karena bidang keimuah adalah bidang yang menjunjung tinggi integritas. Janganlah integritas di bidang ini dinodai oleh pemeritaan yang tidak akurat. Kita ingat berita heboh ahli pesawat dulu. Sampai didatangi khusus oleh salah seorang pewawancara keren saking hebatnya. Dan ternyata zonk.
Untuk melakukan C&R klaim para ilmuwan yang “mengaku hebat” tersebut sebenarnya sangat sangat mudah. Karena media berita tidak berlangganan Scopus, WoS, dan sejenisnya, cukup pakai yang gratis saja, yaitu Scholar.Google (bahasa Indonesianya adalah Google Cendekia). Caranya hanya dengan beberapa langkah sederhana, sepertli melakukan pencarian dengan Google umum.
1) Buka https://scholar.google.com/ maka akan muncul kotak seperti kotak pencarian Google seperti pada Gambar 1. Tetapi pencarian di sini hanya dibatasi pada berita/dokumen keskolaran (makalah ilmiah, buku, paten, dan sejenisnya).

2) Ketik nama ahli tersebut, sama sepertti saat pencarian Google. Jika tidak ada satupun dokumen yang dia hasilkan, maka LUPAKAN. Hampir pasti klaim sebagai ilmuwan hebat itu hoax.
Gambar 2 adalah contoh yang keluar kalau kita ketik nama ilmuwan benaran. Saya ketik nama Paul Alivisatos, seorang pakar nanoteknologi dunia. Muncul data beserta sitasi yang mencapai 162.436 ribu. Ini adalah jumlah sitasi yang teramat sangat tinggi. Hanya beberapa orang di dunia yang bisa mencapai sitasi setingi itu.

Catatan: karena ini data terbuka dan siapa pun bisa melihat data tersebut maka saya tidak perlu meminta ijin untuk menampilkan data ini.
Lebih lanjut, kalau kita ketik klik nama dia di samping “bulu ayam”, maka keluar daftar karya yang dihasilkan seperti pada Gambar 3. Mentereng kan?

Contoh lain, saya coba ketik nama peneliti hebat kita, Satria Zulkarnaen Bisri. Muncul data seperti pada Gambar 4. Kalau kita klik nama di samping “bulu ayam” maka muncul daftar karya ilmiah yang bersangkutan seperti pada Gambar 5. Luar biasa kan? Kalau datanya seperti ini maka keskolaran sudah tidak diragukan lagi.


Sekarang kita coba ketik nama Ainul Falah, yang katanya “Profesor”. Hasilnya tampak pada Gambar 6. Tidak ada satu doklumen ilmiah pun yang dihasilkan saudara Ainul Falah. Jadi, kepakaran saudara Ainul Falah perlu dipertanyakan.

Lanjut, kalau mau mengatahui kualitas para profesor kita, para peneliti kita, yang sering heboh maupun tidak, tinggal ketik namanya di Google Scholar. Ada tidak? Kalau pun ada signifikan tidak.
Jadi, untuk para wartawan, jadikanlah Scholar Google sebagai media Rechek suatu klaim terkait kepakaran. Kenapa ini perlu? Karena bidang ilmiah adalah bidang yang menjunjung tinggi etika dan kejujuran.